Metode pembelajaran berbasis Virtual Reality di Irlandia pertama kali diujicobakan pada tahun 2014. Jika dibandingkan dengan Indonesia, pada tahun 2014 adalah tahun-tahun awal teknologi Virtual Reality mulai dikenal masyarakat Indonesia sebagai device bermain video game. Perbedaan ini, secara tidak langsung menjelaskan bahwa Irlandia sangat sadar akan impact dari teknologi Virtual Reality terhadap proses pembelajaran. Seperti sebuah penelitian pada sekolah dasar St. Patrick’s Boys National School di Dublin, Irlandia. Di mana penelitian ini membahas mengenai impact yang dirasakan oleh peserta didik kelas 5 sebanyak 58 orang, dan secara acak dimasukkan ke dalam kelompok Virtual Reality dan kelompok metode pembelajaran konvensional.
Pada penelitian ini, peserta didik akan mempelajari pelajaran fisika mengenai siklus air, menggunakan teknologi Virtual Reality. Sebelum bereksperimen dengan Virtual Reality, peserta didik diminta untuk mengisi pre-test mengenai siklus air tersebut. Begitu pun setelahnya, di mana peserta didik juga diminta untuk menjawab post-test dengan pertanyaan yang sama dengan pre-test. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat peningkatan atau justru sebaliknya. Tidak sampai di sana, peserta didik diminta untuk mengisi kuesioner mengenai pengalamannya selama proses pembelajaran. Hasilnya pun menyatakan bahwa penggunaan Virtual Reality sangat impactful pada peserta didik. Di mana lebih dari 75% peserta didik mengatakan bahwa penggunaan Virtual Reality menyebabkan pembelajaran menjadi lebih practical, dan sebanyak 77% peserta didik merasakan dirinya menjadi lebih mudah memahami topik pembelajaran.
Impact yang dijelaskan pada penelitian tersebut dapat dikatakan valid, karena terdapat ribuan jurnal penelitian yang membahas mengenai penggunaan Virtual Reality pada proses pembelajaran, dan hasilnya adalah positif. Seperti meningkatkan daya ingat, emosi positif, dan ketertarikan peserta didik saat pembelajaran. Bahkan sekolah dasar lainnya, St. John’s National School, Dublin, memanfaatkan Virtual Reality untuk anti bullying course pada tahun 2018. Anti bullying course sendiri merupakan sebuah pembelajaran untuk meredakan kasus bullying pada peserta didik. Di mana sebanyak 10% - 13% dari 35.800 peserta didik sekolah dasar di Irlandia, menjadi korban bullying. Angka tersebut tentunya sangat tinggi, dan harus ditangani dalam kurun waktu yang singkat. Karena akan berpengaruh terhadap kondisi mental peserta didik tersebut.
Di dalam konten Virtual Reality tersebut, peserta didik dibawa ke dalam situasi bullying di sekolah. Peserta didik akan merasakan sensasi dari tiga sudut pandang, yakni sebagai korban bullying, pelaku bullying, dan saksi dalam situasi bullying tersebut. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesadaran pada peserta didik akan rasanya menjadi korban bullying dan meningkatkan empati peserta didik. Menurut Joe Kenny, CEO salah satu perusahaan teknologi yang mengembangkan konten tersebut mengatakan “Children are taught from a young age that bullying is wrong but unfortunately it still remains a problem. We believe that technology creates opportunities and that is why we have developed a simulation lesson using VR technology to allow children to safely experience bullying from 3 different perspectives, to increase their empathy and their positive behaviours.”
Comments