top of page

SERUNYA BELAJAR DESAIN GRAFIS MENGGUNAKAN VR


Selain meningkatkan gairah dalam bermain game, kini Virtual Reality juga dapat memberikan efek yang sama jika dipergunakan sebagai media pembelajaran. Seperti yang dialami oleh Sekar, salah satu peserta didik SMKN 1 Denpasar yang mempergunakan kacamata VR dalam pembelajaran desain grafis. Menurutnya, “Sebelum mengenal VR MilleaLab ini, Saya hanya sekedar mengetahui apa itu VR dan juga belum pernah mencoba apalagi merasakan bagaimana metode pembelajaran berbasis Virtual Reality tersebut berjalan. Namun setelah menggunakan VR, Saya lebih sadar akan perkembangan teknologi, terutama pada metode pembelajaran yang semakin canggih dan asyik.” Keasyikan yang dirasakan Sekar ini, merupakan salah satu misi MilleaLab dalam menciptakan harmonisasi antara sekolah-pendidik-peserta didik dan orang tua secara maksimal. Pasalnya, ketika semua peserta didik dapat merasakan pembelajaran yang asyik, maka cepat atau lambat kualitas pendidikan di Indonesia turut meningkat.


Sebagai peserta didik dengan jurusan Multimedia, Sekar sangat antusias mengikuti perkembangan teknologi digital saat ini. “Saya senang sekali karena bisa mengetahui bagaimana canggihnya teknologi saat ini, hingga bisa masuk ke dalam dunia pendidikan. Bahkan Saya lebih semangat dan merasakan keseruan dalam mengikuti pembelajaran,” ujarnya. Manfaat yang dirasakan Sekar tersebut juga diperkuat dengan hasil penelitian dari MilleaLab dan beberapa negara maju, yang menyebutkan bahwa impact penggunaan VR dalam pendidikan dapat meningkatkan emosi positif peserta didik, daya ingat peserta didik, dan ketertarikan peserta didik terhadap pembelajaran, selagi tidak berlebihan.


Satu hal yang harus diperhatikan adalah adanya efek motion sickness pada pengguna VR pertama kali. Motion sickness sendiri merupakan kondisi yang terjadi ketika sistem penglihatan, keseimbangan, dan peraba dalam tubuh tidak selaras. Hal tersebut pun turut dialami oleh Sekar, “Efek samping yang dirasa adalah sedikit pusing karena pertama kali mencoba dan belum tahu penggunaan yang tepat,” ujarnya. Motion sickness tersebut sama halnya dengan menggunakan kacamata baru, yang mana membutuhkan beberapa waktu untuk mata dapat menyesuaikan. Namun hal yang harus digarisbawahi, tim MilleaLab selalu menegaskan bahwa durasi ideal penggunaan VR pada peserta didik jenjang SMA hanya 15-30 menit saja yang dapat digunakan sebagai stimulan awal, simulasi maupun mengakses skenario yang sulit dijangkau.


Usai mencoba salah satu konten pembelajaran desain grafis menggunakan VR, Sekar menyampaikan bahwa dirinya merasa adanya perbedaan yang cukup signifikan pada metode pembelajaran sebelumnya. “Metode pembelajaran sebelumnya hanya di kelas menggunakan buku dan handphone sebagai sarana dalam pembelajaran, baik itu untuk mencari materi maupun menjawab soal,” ucapnya. Metode pembelajaran monoton seperti inilah yang berpeluang besar menurunkan minat belajar peserta didik. Terlebih lagi pada perkembangan teknologi digital saat ini, sebuah keputusan yang tidak bijak jika hanya bergantung pada metode pembelajaran konvensional tersebut. Bahkan impact yang akan ditimbulkan pun cukup signifikan, antara menggunakan metode konvensional dengan metode pembelajaran digital ini.


Pemilik nama lengkap, Ni Komang Ayu Tri Sekar Sedana ini berharap bahwa “Pendidikan di Indonesia dapat mewadahi para generasi penerus bangsa untuk lebih mengenal mengenai teknologi yang terus berkembang ke arah positif, dan meratakan pendidikan di Indonesia, terutama dalam merasakan kecanggihan teknologi pendidikan pada wilayah lainnya. Sedangkan untuk MilleaLab sendiri, semoga dapat terus berkembang dan membawa pengaruh positif dalam dunia pendidikan, serta dapat memunculkan impact lain dalam kehidupan masyarakat, terlepas dari dunia pendidikan itu sendiri,” ucapnya.


Comments


bottom of page