Revolusi Industri adalah perubahan besar dalam teknologi yang menyebabkan perubahan di bidang lain. Revolusi Industri dimulai pada 1750, ketika mesin uap ditemukan yang sering disebut sebagai Revolusi Industri 1.0. Revolusi Industri 2.0 dimulai ketika penggunaan mesin uap diubah menjadi mesin yang menggunakan listrik. Revolusi Industri 3.0 dimulai dengan penggunaan mesin bergerak dan terkontrol dalam proses produksinya, mulai dari penggunaan robot sederhana hingga penggunaan komputer. Kemudian tibalah Revolusi Industri 4.0. Di era ini, sistem mengarah ke bentuk digital yang dibantu oleh jaringan (Annisa, 2021).
Indonesia saat ini memasuki era Revolusi 4.0. Di mana ciri-ciri dari revolusi ini adalah terjadinya integrasi teknologi dan kaburnya batas antara ruang fisik, digital, dan biologis. Pada era Revolusi Industri 4.0 ini, semakin sedikit aktivitas yang berkaitan dengan lokasi geografis. Hal ini dikarenakan semua aktivitas manusia telah berubah dari manual menjadi digital (Sumartono & Huda, 2020). Revolusi Industri 4.0 ini juga identik dengan disruption dan disruptive, karena hampir semua ranah kehidupan berubah dari manual menuju digital.
Pesatnya perkembangan Revolusi Industri 4.0 membawa dampak yang cukup besar bagi sektor pendidikan di Indonesia. Memasuki era Revolusi Industri 4.0, pendidikan Indonesia telah mengalami perubahan pada semua faktor pembelajaran, antara lain metode atau model pembelajaran, materi pembelajaran, media pembelajaran, peserta didik, dan fasilitas pembelajaran. Revolusi Industri 4.0 merupakan era di mana teknologi informasi menjadi tumpuan kehidupan manusia. Karena perkembangan internet dan teknologi digital dalam skala besar, sebagai dasar pergerakan dan koneksi manusia dan mesin, daya komputasi dan data yang digunakan tidak terbatas.
Memasuki era Revolusi Industri 4.0, pemanfaatan teknologi dan integrasi pendidikan pun menjadi poin penting. Digitalisasi dalam pendidikan harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk membantu meningkatkan kualitas pembelajaran. Integrasi teknologi yang terjadi dalam proses pembelajaran, pendidik dapat dengan mudah melakukan simulasi pembelajaran yang mendekati keadaan sebenarnya dari materi pembelajaran yang abstrak. Selain itu, ketika fasilitas sekolah terbatas, dengan adanya teknologi dapat menjadi solusi pembelajaran. Salah satu teknologi yang mumpuni hal tersebut adalah Virtual Reality.
Virtual Reality merupakan teknologi yang powerful dan menarik yang bertujuan untuk meniru dunia nyata dengan lingkungan yang dihasilkan oleh komputer dan melibatkan semua indra. Jenis Virtual Reality yang sudah dibuat diantaranya digital heritage, simulasi pelatihan, virtual konser dan lain-lain. Dibandingkan dengan penelitian grafis tradisional, teknologi Virtual Reality menekankan pada interaksi antara pengguna dan sistem. Pengguna bisa masuk dan merasakan lingkungan yang digital secara real-time, seperti berada di dunia sungguhan. Dengan teknologi Virtual Reality, peserta didik dapat menirukan berbagai objek yang ada di sekitar lingkungannya. Teknologi Virtual Reality juga diterapkan sebagai media pembelajaran di sekolah, misalnya pada mata pelajaran Kimia.
Kimia merupakan salah satu ilmu yang mempelajari fenomena alam dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukan, bahwa pelajaran Kimia membuat peserta didik merasa kesulitan dalam memahami materi. Bahkan, tidak jarang peserta didik menganggap Kimia sebagai hantu yang mengerikan. Meski sebagian peserta didik menyukainya, malah menjadi “juara” di bidang Kimia, tetapi selalu ada peserta didik yang menganggap Kimia itu seperti "monster" yang mengerikan. Akibatnya banyak peserta didik yang terlalu malas untuk belajar Kimia, dan akhirnya menjadi peserta didik yang kesulitan belajar Kimia. Menurut Wiseman (dalam Safrizal, 2011), Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang paling sulit bagi sebagian besar peserta didik sekolah menengah.
Hal ini menunjukkan bahwa kurang diterapkannya proses pembelajaran yang menjadikan peserta didik aktif dan bahagia. Sehingga berpengaruh pada rendahnya minat peserta didik dalam belajar Kimia. Salah satu solusi yang dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ialah dengan perbaikan proses belajar-mengajar, yaitu dengan ketepatan pemilihan model dan media pembelajaran, di mana pendidik harus benar-benar memperhatikan model yang akan digunakan pada setiap materinya.
Salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan mencakup peningkatan keaktifan peserta didik adalah model pembelajaran inkuiri. Pembelajaran inkuiri dilakukan agar peserta didik bebas mengembangkan konsep yang mereka pahami bukan hanya sebatas materi yang dicatat saja kemudian dihafal (Yulianingsih & Hadisaputro, 2013). Model pembelajaran inkuiri ini, peserta didik akan secara langsung terlibat aktif dalam proses pembelajaran, yang bertujuan mendorong peserta didik untuk lebih aktif, antusias, dan menjadi daya tarik bagi peserta didik (Damarsasi, 2013).
Integrasi pembelajaran berbasis Virtual Reality dengan model inkuiri dalam pendidikan diyakini dapat menjadi sebuah solusi pada Era Revolusi Industri 4.0 ini, dan untuk menjadikan pembelajaran Kimia menjadi aktif (Asik, Kreatif, Terampil, Inovatif, Fun). Dari pembelajaran yang telah di lakukan di SMK Negeri 1 Haurwangi hampir seluruh peserta didik menyatakan tertarik dengan media Virtual Reality, peserta didik merasa senang, pembelajaran jauh lebih menarik, bahkan peserta didik dapat memahami materi dengan baik. Hal ini terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1 mendeskripsikan tingkat kepuasan peserta didik, bahwa ketika menggunakan VR dalam pembelajaran dapat memudahkan dalam memahami materi. Dari total responden 95 peserta didik, menunjukan 39 peserta didik atau 41% menyatakan bahwa dengan menggunakan VR peserta didik dapat mudah dalam memahami materi. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikannya bahwa:
“Pembelajarannya lebih menarik dan mudah dipahami dibandingkan metode konvensional”
Pembelajaran berbasis VR memberikan pengalaman baru bagi peserta didik dalam belajar. Peserta didik dapat melihat animasi dari topik yang akan dipelajari. Selain itu mereka dapat melihat video dalam bentuk 360o, yang menyebabkan peserta didik merasakan seolah-olah berada di laboratorium sebenarnya.
Peserta didik dengan bermodalkan smartphone dapat melakukan pembelajaran berbasis Virtual Reality. Pembelajaran Kimia yang dirasa sulit oleh peserta didik berubah menjadi pelajaran yang menarik. Mereka seolah-olah seperti sedang berada di laboratorium sebenarnya, dan kelebihan lainnya peserta didik dapat mengulang-mengulang kembali, sehingga mereka dapat dengan mudah memahami konsep pembelajaran. Virtual Reality berbasis inkuiri ini dijadikan sebagai salah satu model yang inovatif dalam pembelajaran Kimia. Hal ini senada dengan Aini (2020) bahwa Virtual Reality dapat membuat pembelajaran lebih menarik, inovatif, dan memberikan imajinasi lebih bagi siswa dalam pembelajaran.
Salah satu platform untuk membuat konten Virtual Reality yaitu MilleaLab. Millealab merupakan sebuah platform perangkat lunak berbasis cloud computing untuk kegiatan pembelajaran. Pada aplikasi tersebut pendidik dapat membuat design Virtual Reality yang disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan yaitu disesuaikan dengan kebutuhan pada setiap mata pelajaran. Sehingga ketika sebuah materi terkendala akan fasilitas suatu tempat, dengan rancangan ini dapat dimanipulasi sedemikian rupa sehingga seolah-olah kita ada didalamnya.
Comments